Sabtu, 11 Februari 2012

Membesarkan Anak “ala” Ibnu Sina



Ibnu Sina sudah hampir seribu tahun lalu melihat pentingnya bagi pertumbuhan anak. Ia melihatnya tak sekadar sebagai hiburan, tetapi berpengaruh pada perilaku halus anak kelak. Jangan heran mendengar pendapat itu. Orang selalu membicarakan Ibnu Sina berkaitan dengan ilmu kedokteran. Tetapi, sesungguhnya, ilmuwan Muslim kelahiran Bukhara pada 980 M ini punya kepedulian pada pengasuhan anak. Seperti pengasuhan modern, beliau tak menekankan pada kecerdasan intelektual semata.
Baginya, kesehatan moral, fisik, dan perilaku sama pentingnya bagi anak. Sebagai prinsip dasar, filsuf yang hidup di zaman dinasti Abbasiyah ini berpendapat, kekuatan mental menjadi motivator tubuh, perilaku manusia. Dalam pandangannya, moral yang menjadi bagian dari perilaku manusia itu diperoleh dari proses 'pembiasaan', 'imitasi', 'rasa takut' atau 'kebijaksanaan'. Itulah sebabnya, seperti para ahli pengasuhan modern, ia berpendapat keterampilan sosial di mana anak harus belajar bermain dalam kelompok dan juga proses belajar pun sebaiknya demikian.
Tahap pendidikan anak
Ibnu Sina memperhatikan perkembangan anak sejak kelahirannya. Secara garis besar, tokoh yang sejak usia 18 tahun sudah berpraktik sebagai dokter ini membagi anak dalam empat tahap. Pertama, tahap bayi, mulai lahir sampai berumur dua tahun. Kedua, usia 3-5 tahun. Ketiga, usia 6-14 tahun, dan keempat usia 14 tahun ke atas. Dalam Al Qanun, Ibnu Sina melihat tiga hal yang penting dalam perkembangan anak, yakni pendidikan moral, pengembangan fisik, dan citarasa serta perilakunya.
Untuk pendidikan moral, menurut dia, penting menjauhkan anak dari pengaruh buruk yang akan memengaruhi jiwa dan moralnya. Sementara pengembangan kesehatan fisik anak dilakukan dengan memberi kesempatan anak untuk bermain dan berolahraga. ''Ketika anak bangun dari tidur, yang terbaik untuknya adalah dimandikan, lalu biarkan dia bermain selama satu jam, lalu berikan sedikit makanan ... anak tak diizinkan minum langsung sesudah makan ...,'' katanya seperti dikutip dari Prospects: The Quarterly Review of Comparative Education ini.
Ia melihat anak usia 3-5 tahun sedang banyak-banyaknya membutuhkan kegiatan fisik. Permainan membentuk sebuah unsur penting dalam kehidupan anak pada tahap ini, di mana ia memerlukan beragam keterampilan fisik dan motorik. Anak juga belajar cara hidup dalam kelompok dan mengambil keuntungan di dalamnya.Pada bagian lain, Ibnu Sina berpendapat, cita rasa anak  dipupuk sejak bayi. Sebagai ahli musik, ia menganggap penting bagi anak untuk mendengarkan musik sejak dalam ayunan hingga tidurnya. Begitu juga puisi sederhana dengan rima sederhana. Semua ini tak hanya menghibur anak, tetapi sekaligus mendorongnya untuk menghargai kebajikan.
Menurut Ibnu Sina, begitu memasuki usia 6 tahun, anak mulai beralih dari permainan bersifat fisik kepada pelajaran yang terorganisasi. ''Sampai (anak) berumur 14 tahun, mereka harus secara bertahap mengurangi kegiatan fisiknya,'' katanya. Saat belajar terstruktur itu, ia menyarankan anak belajar bersama anak-anak lain. Dengan begitu, menurut dia, anak akan saling belajar di antara mereka. ''Bila seorang anak berduaan saja dengan gurunya, akan kurang memuaskan bagi mereka berdua, jika pendidik bergerak dari satu murid ke murid lain, risiko kebosanan berkurang, kecepatan aktivitas bertambah dan anak menjadi lebih bersemangat belajar dan berhasil.''
Begitu anak melewati usia 14 tahun, Ibnu Sina melihat pentingnya belajar yang terspesialisasi. Dalam spesialisasi ini, anak sudah mengarah pada pendidikan yang menuju pekerjaannya atau pilihan profesinya di masa mendatang. Tentu saja, katanya, spesialisasi itu sesuai dengan kecenderungan dan minat anak. Arah spesialisasi itu, katanya, dapat diamati dari bukti langsung perilaku anak. Ibnu Sina mengakui sulitnya pengamatan ini. ''Pilihan ini dan ketepatannya tidaklah jelas. Dan, terlalu tipis untuk ditimbang atau diidentifikasi, jadi hanya Yang Mahakuasalah yang mengetahuinya,'' katanya.
Mengenal harmoni bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun, menurut Ibnu Sina, amat memerlukan permainan. Olahraga dan musik merupakan komponen terpenting pada tahap ini.Menurut dia, ada beragam jenis olah raga yang membutuhkan kekuatan fisik, bisa juga ringan, lambat, bisa cepat, memadukan kekuatan dan kecepatan. Yang penting dari olahraga, katanya, bisa membuat anak menjadi rileks. Masing-masing jenis olah raga ini mempunyai tempatnya sendiri dan ada manfaatnya dalam kehidupan anak-anak.
Begitu pula musik. Pada usia di bawah enam tahun, Ibnu Sina berpendapat, anak penting belajar untuk merasakan harmoni dan musik yang sumbang, suara tinggi dan rendah, dan bagaimana semua itu bisa terjadi.
Untuk tahap primer usia 6-14 tahun, menurut Ibnu Sina, sampai pada pelajaran Alquran, belajar membaca dan menulis, mempelajari garis besar agama, dan belajar beberapa puisi Arab. Tapi, pakar ini juga tidak mengesampingkan kebutuhan fisik anak untuk bermain dan berolahraga. ''Bila sendi-sendi anak menguat, lidahnya fasih, dan ia siap untuk instruksi, pendengarannya penuh perhatian, ia mulai belajar Alquran, dan dipertunjukkan huruf alfabet dan diajarkan garis besar agama,'' katanya.
Anak diajarkan untuk membawakan syair dan ayat yang puitis, karena lebih mudah diingat. Syair-syair itu menjelaskan perilaku baik dan berisi pelajaran, mencela kemalasan dan kebodohan, mendorong rasa hormat kepada orang tua, perilaku yang bisa diterima, keramahan terahdap tamu, dan standar moral yang tinggi. Ini artinya, puisi yang menurut Ibnu Sina diperkenalkan pada anak-anak usia ini adalah sastra dengan sebuah pesan pendidikan moral. Sebab, di sanalah, menurut dia, sumber kebahagiaan manusia. Begitu anak lewat usia 14 tahun, kata Ibnu Sina, saatnya ia diarahkan untuk penjurusan pada prospek pekerjaannya di masa mendatang. Pendidikan ini bersifat terbuka, berlangsung seumur hidup. ''Begitu ia selesai belajar Alquran dan memahami  bahasa, saat itu ia harus melihat pekerjaan yang cocok untuknya, dan ia harus diarahkan ke jalur ini.'' Saat itu, katanya, saat anak memilih: apakah ia ingin jalur teoretis atau teknis dan praktis dalam jalan hidupnya. Jadi ilmuwan atau jadi praktisi. 

Senin, 30 Januari 2012

Menulis

Mencari waktu untuk menulis segala ide kreatif yang terlintas di kepala, atau mengerjakan tugas ilmiah menjadi hal yang sulit dilakukan bagi para pekerja. Apalagi, jika Anda menjalani studi di tengah kesibukan tugas-tugas profesional lainnya. Maka, hal yang harus dilakukan adalah memilih waktu yang memang bisa dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas menulis. Ada triknya, mencuri waktu di sela seabrek rutinitas sehari-hari. Ikuti trik ini!  
Langkah 1:
Carilah tempat yang memberikan kenyamanan, jauh dari kebisingan atau gangguan. Tak ada orang lain selain Anda yang memanfaatkan ruang tersebut. Bisa saja, ruangan itu menjadi tempat kerja Anda yang berada di salah satu sudut rumah, basement, dan lain-lain. 
Langkah 2:
Buatlah jadwal aktivitas Anda sehari-hari dan kenali waktu luang yang bisa Anda manfaatkan untuk menulis. Misalnya, jika pada hari Kamis-Sabtu waktu Anda penuh dengan berbagai aktivitas, maka Anda bisa meluangkan waktu di hari Minggu hingga Rabu. Setelah mengetahui waktu yang bisa dimanfaatkan, cobalah untuk konsisten memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya. 
Langkah 3:
Matikan TV. Jika ada anggota keluarga atau teman sekamar yang keberatan, maka Anda bisa pindah ke ruangan lain untuk menulis. Sementara seisi rumah menonton TV, maka itu waktu utama Anda dapat menulis tanpa gangguan.
Langkah 4:
Tentukan tujuan menulis! Kebanyakan penulis menemukan bahwa tujuan kerja lebih penting daripada waktunya. Beri tenggat waktu secara konsisten pada diri Anda. Misalnya, Anda dapat menyelesaikan satu artikel dalam seminggu atau tiga hari menghasilkan 3 halaman perhari. Pertahankan!
Langkah 5:
Atur waktu untuk menulis. Sangat mudah mendapatkan gangguan dan terkadang di akhir waktu menulis, ternyata Anda tidak mendapat hasil apa-apa. Luangkan waktu 15-20 menit untuk mengosongkan pikiran hingga menemukan kata-kata untuk menulis. 
Langkah 6: 
Jika sehari-hari kegiatan Anda sangat padat, maka cobalah untuk mencuri waktu untuk menulis. Bawa laptop atau notebook dan pena kemana pun Anda pergi. Misalnya, Saat sedang duduk di ruang tunggu dokter, atau di dalam mobil saat menunggu anak Anda sekolah. Hal tersebut berguna mengisi waktu Anda untuk menulis atau sekadar menuangkan ide yang terlintas. Atau bahkan bisa sampai menambahkan satu paragraf dalam artikel atau tugas studi Anda.
Langkah 7:
Uraikan tulisan menjadi bagian-bagian kecil. Daripada berpikir menulis satu buku, lebih baik memecahkan tulisan tersebut menjadi beberapa bab atau bagian. Buatlah garis besar tulisan Anda di awal dan fokus menulis di setiap bagian lainnya sebelum menempatkan semua bagian tersebut menjadi satu. 
Langkah 8:
Kerjakan lebih dari satu pekerjaan pada satu waktu untuk menghindari “writer’s block”. Setelah Anda mendapatkan diri mencapai titik jenuh pada satu pekerjaan, atau jika ide kreatif Anda sedang buntu, mulailah pekerjaan yang lain. Kemudian ketika Anda kembali ke pekerjaan sebelumnya, maka mata Anda akan terasa lebih segar.