Senin, 24 Oktober 2011

Kenaikan Takhta 'Ala ad-Din Menurut Beaulieu (Utusan Raja Prancis Tahun 1620 M Untuk Sultan Iskandar Muda)

Tulisan ini menjelaskan bagaimana sifat hubungan antara pemerintah aceh dengan orang kaya selaku pedagang atau pemilik modal pada sekitar abad empat belas sampai masa pemerintahan sultan Iskandar Muda pada abad enam belas, memahami betapa kondisi pertentangan mereka dapat menjadi unsur yang sangat mempengaruhi dalam perkembangan politik Pemerintahan Aceh. Teks itu memperlihatkan keadaan sekitar tahun 1589 M. Kita dapat mengetahui revolusi yang dilakukan oleh 'Ala ad-Din dan cucunya Iskandar Muda. Dari teks tersebut coba penulis rubah dari tulisan aslinya agar lebih mudah dipahami, karna bentuk aslinya memakai tulisan arab-melayu dan banyak kata-kata serta kalimat yang berulang-ulang dan sulit dimengerti. Tulisan ini untuk mengetahui bagaimana hubungan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda yang menceritakan sesuatu Rahasia Negara kepada Beaulieu selaku orang eropa (utusan Raja Prancis). Sultan dapat membedakan dengan baik orang Eropa ( bukan semua orang eropa dianggap " kafir yang mengganggu dan harus diperangi" ), seperti yang banyak ditulis tentang pandangan masyarakat Aceh terhadap pendatang, terutama seperti beberapa
tulisan menyesatkan oleh R.H. Djajadiningrat.

Terjemahan Arab Melayu - Indonesia.  (CritOv., hlm. 170)

Supaya mengerti mengapa Sultan (Iskandar Muda) mengeluarkan aturan orang kaya dilarang berkumpul di suatu tempat tanpa dihadiri sultan dan mendapat giliran jaga di pos terdepan kerajaan tanpa di lengkapi dengan persenjataan sebagai lambang kesetiaan kepada sultan, adalah karena sesuatu yang mempunyai latar belakang pemikiran dan belajar pada sejarah kerajaan. Perlu diketahui bahwa sebelum pemerintahan kakeknya Sultan Iskandar Muda ('Ala ad-Din Ri'ayat Syah), para orang kaya suka sekali berkelakuan kurang senonoh dan sesuka hatinya mencoba hal-hal baru dengan sombong dan angkuh. Pada waktu itu mereka masih dapat bersikap demikian karena harta yang ditinggalkan oleh pendahulu mereka masih sangat banyak, oleh karena sultan sebelumnya tak pernah tegas terhadap mereka dan mereka tak dirampok bangsa lain, karena negara aman dan makmur. Kota pada waktu itu 6 kali lebih besar dari sekarang (zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda). Hal tersebut berlaku karena kekuasaan pada masa itu milik orang banyak, sehingga banyak datang pedagang yang membuat perdagangan laut yang ramai. waktu itu belum ada kantor bea cukai seperti jaman Iskandar muda, juga tidak ada pajak lain selain Cap ( Cap Sikureung diwakili dengan rencong oleh pegawai syahbandar ). Pedagang hanya boleh menetap dan menyelesaikan urusannya dalam 15 hari, uang emas tidak dihitung, tetapi ditimbang beratnya. Orang kaya mempunyai rumah yang besar dan tertutup rapat, ada meriam dipintu mereka, dan banyak orang dirumah mereka untuk menjaga dan melayaninya. Saat mereka keluar memakai baju yang indah-indah, dikawal dan dihormati oleh penduduk. Pengaruh seperti ini merugikan kewibawaan sultan dan mempengaruhi keselamatannya, orang kaya pada masa itu apabila merasa terganggu oleh kekuasaan sultan maka mereka akan membunuhnya dan menggantikan dengan sultan yang baru, sangat jarang pemerintahan sultan sampai 2 tahun, jika pun ada karena menuruti keinginan mereka sehingga "sultan" hanya tinggal gelar. Ulah buruk itu berlangsung 40 tahun sebelum pemerintahan Iskandar Muda. Akhirnya semua orang kaya berkumpul, untuk memlih salah seorang dari mereka sebagai sultan, karena mereka semua menganggap dirinya pantas untuk menjadi sultan maka sangat sulit dilakukan proses pengambilan keputusan, sehingga seorang ulama besar mereka mendamaikan dan memarahinya. Diusulkan satu penyelesaian yang memuaskan semua orang, dan menghilangkan cemburu terhadap yang lain, yaitu memilih kriteria seorang sultan; yang tidak bergelut pada pertikaian tadi, yang tidak mencari keuntungan pribadi atau golongan, seumur hidupnya mempunyai nama baik, bijaksana dan cerdas (yang dimaksud adalah 'Ala ad-Din Ri'ayat Syah; Sultan pada tahun 1589-1604). Karena umurnya sudah mencapai 70 tahun dan tergolong dari keluarga yang paling mulia, maka logis dia menjadi lebih tinggi kharismanya dari yang lain yang umurnya lebih muda. Nasehat ini diakui oleh semua yang hadir karena mereka beranggapan tidak seorangpun merelakan haknya untuk menjadi sultan, mereka hanya mengalah menganai masalah umur dan sangat menghormati beliau. Karena telah sepakat, mereka menemuinya, mereka menyatakan bahwa sepakat memilihnya untuk menduduki tahkta kerajaan melihat dari kehati-hatiannya dan umurnya. Sikakek berterimakasih pada mereka, dan menyatakan ; mengingat umurnya yang telah lanjut menolaknya dengan alasan ingin menikmati hidup bersama keluarga dan terlepas dari urusan dunia. Oleh karena mereka tidak dapat membujuknya mereka kembali pada situasi semula, bahkan pertentangan menjadi lebih parah. Kemudian kembali untuk membujuknya serta mengancamnya, dan mereka kembali gagal. Kemudian setelah mereka pergi dan berencana kembali lagi dengan membawa alat-alat kerajaan untuk membunuhnya jika menolak permintaan mereka, seorang ulama besar diantara mereka membawa mahkota, dan salah seorang yang paling kaya membawa pedang terhunus, tidak lagi membujuknya, dan menyatakan tidak menemukan jalan lain untuk menyelesaiakan perselisihan mereka, dan jika menerima, mereka akan sangat berhutang budi kepadanya dan akan memberi bantuan dan mematuhi perintahnya, dan kalau menolak mereka telah bulat tekad untuk membunuhnya. Oleh karena sikakek tak melihat jalan lain untuk mundur maka menerimanya dengan syarat mereka harus menganggapnya sebagai ayah dan dia akan memperlakukan mereka sebagai anak. Mereka bukan hanya berterima kasih tetapi berjanji akan mematuhi perintahnya sebagai tuan mereka yang berdaulat (dalam buku Adat Aceh terdapat sebuah artikel mengenai Sumpah Pegawai - folio 59b). Setelah beberapa saat menjalankan pemerintahan, Sultan 'Ala ad-Din mengundang semua orang kaya dengan membuat pesta yang begitu besar sehingga semua yang datang menjadi kagum, di dalam istana yang terdengar hanyalah bunyi rapai dan berbagai alat-alat musik khas aceh lainnya,hikayat, nyanyian, dan berbagai kemeriahan lainnya, sehingga sultan dianggap telah mengusahakan sebaik-baiknya untuk menjamu mereka yang memilihnya sebagai rasa terimakasih. Mereka dipersilahkan di tempat mereka biasa duduk, yaitu dipelataran didekat kediaman sultan, lalu Cap Kerajaan mulai dibagikan(diwakilkan dengan rencong yang di bagi kepada semua tamu untuk menandakan tamu sultan, di antar oleh seorang abdi sultan). Musik bertambah keras beserta segala kemeriahannya, dan orang didalam istana berteriak dengan keras sehingga yang diluar berharap Cap diarak dan dibagikan lebih cepat, masing-masing cap membawa 1 orang kaya, tanpa cap tersebut mereka tidak boleh masuk kerajaan, saat telah masuk tanpa sadar mereka telah menemukan dirinya disekap dan dibawa kesuatu tempat oleh pegawai kerajaan, dan sesampai disana langsung digorok oleh pengikut setia sultan dan dimasukkan kedalam parit yang sebelumnya sengaja digali untuk persiapan rencana ini. Hal ini berlangsung begitu cepat hingga lebih kurang telah 200 orang digorok sebelum diluar tersiar kabar. Sisanya tinggal sedikit yang belum masuk dan mencurigai hal ini, segera setelah mereka menyadari apa yang terjadi didalam mereka meninggalkan istana secara diam-diam, meskipun tidak dapat mereka jelaskan secara tegas apa yang telah menimbulkan kecurigaan mereka. Esoknya mereka mengetahui dengan tidak munculnya orang-orang kaya berpengaruh dan mereka mensyukuri telah melewati kejadian tersebut. Tidak berapa lama berselang setelah kejadian tersebut kondisi kerajaan mulai stabil dan pengaruh kekuasaan serta kewibawaan sultan menjadi menonjol, sehingga terwujudlah kejayaan dan kemakmuran yang merata sampai pada masa pemerintahan cucunya yaitu Sultan Iskandar muda.

Penulis : Otin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar