Ibnu Sina sudah hampir seribu tahun lalu melihat pentingnya
bagi pertumbuhan anak. Ia melihatnya tak sekadar sebagai hiburan, tetapi
berpengaruh pada perilaku halus anak kelak. Jangan heran mendengar pendapat
itu. Orang selalu membicarakan Ibnu Sina berkaitan dengan ilmu kedokteran.
Tetapi, sesungguhnya, ilmuwan Muslim kelahiran Bukhara pada 980 M ini punya
kepedulian pada pengasuhan anak. Seperti pengasuhan modern, beliau tak menekankan pada kecerdasan intelektual semata.
Baginya, kesehatan moral,
fisik, dan perilaku sama pentingnya bagi anak. Sebagai
prinsip dasar, filsuf yang hidup di zaman dinasti Abbasiyah ini berpendapat,
kekuatan mental menjadi motivator tubuh, perilaku manusia. Dalam pandangannya, moral yang menjadi bagian dari perilaku
manusia itu diperoleh dari proses 'pembiasaan', 'imitasi', 'rasa takut' atau
'kebijaksanaan'. Itulah sebabnya, seperti para ahli pengasuhan modern, ia
berpendapat keterampilan sosial di mana anak harus belajar bermain dalam
kelompok dan juga proses belajar pun sebaiknya demikian.
Tahap pendidikan anak
Ibnu Sina memperhatikan perkembangan anak sejak kelahirannya.
Secara garis besar, tokoh yang sejak usia 18 tahun sudah berpraktik sebagai
dokter ini membagi anak dalam empat tahap.
Pertama, tahap bayi, mulai lahir sampai berumur dua tahun. Kedua, usia 3-5
tahun. Ketiga, usia 6-14 tahun, dan keempat usia 14 tahun ke atas. Dalam Al
Qanun, Ibnu Sina melihat tiga hal yang
penting dalam perkembangan anak, yakni pendidikan moral, pengembangan fisik,
dan citarasa serta perilakunya.
Untuk
pendidikan moral, menurut dia, penting menjauhkan anak dari pengaruh buruk yang
akan memengaruhi jiwa dan moralnya.
Sementara pengembangan kesehatan fisik anak dilakukan dengan memberi kesempatan
anak untuk bermain dan berolahraga.
''Ketika anak bangun dari tidur, yang terbaik untuknya adalah dimandikan, lalu
biarkan dia bermain selama satu jam, lalu berikan sedikit makanan ... anak tak
diizinkan minum langsung sesudah makan ...,'' katanya seperti dikutip dari
Prospects: The Quarterly Review of Comparative Education ini.
Ia melihat anak usia
3-5 tahun sedang banyak-banyaknya membutuhkan kegiatan fisik. Permainan
membentuk sebuah unsur penting dalam kehidupan anak pada tahap ini, di mana ia
memerlukan beragam keterampilan fisik dan motorik. Anak juga belajar cara hidup
dalam kelompok dan mengambil keuntungan di dalamnya.Pada bagian lain, Ibnu Sina
berpendapat, cita rasa anak dipupuk sejak bayi. Sebagai ahli musik, ia
menganggap penting bagi anak untuk
mendengarkan musik sejak dalam ayunan hingga tidurnya. Begitu juga puisi sederhana dengan rima sederhana. Semua ini tak
hanya menghibur anak, tetapi sekaligus mendorongnya untuk menghargai kebajikan.
Menurut Ibnu Sina, begitu memasuki usia 6 tahun, anak mulai beralih dari permainan bersifat fisik kepada
pelajaran yang terorganisasi. ''Sampai (anak) berumur 14 tahun, mereka
harus secara bertahap mengurangi kegiatan fisiknya,'' katanya. Saat belajar
terstruktur itu, ia menyarankan anak belajar bersama anak-anak lain. Dengan
begitu, menurut dia, anak akan saling belajar di antara mereka. ''Bila seorang
anak berduaan saja dengan gurunya, akan kurang memuaskan bagi mereka berdua,
jika pendidik bergerak dari satu murid ke murid lain, risiko kebosanan
berkurang, kecepatan aktivitas bertambah dan anak menjadi lebih bersemangat
belajar dan berhasil.''
Begitu anak melewati usia
14 tahun, Ibnu Sina melihat pentingnya belajar yang terspesialisasi. Dalam
spesialisasi ini, anak sudah mengarah pada pendidikan yang menuju pekerjaannya
atau pilihan profesinya di masa mendatang. Tentu saja, katanya, spesialisasi
itu sesuai dengan kecenderungan dan minat anak. Arah spesialisasi itu, katanya,
dapat diamati dari bukti langsung perilaku anak. Ibnu Sina mengakui sulitnya
pengamatan ini. ''Pilihan ini dan ketepatannya tidaklah jelas. Dan, terlalu
tipis untuk ditimbang atau diidentifikasi, jadi hanya Yang Mahakuasalah yang
mengetahuinya,'' katanya.
Mengenal harmoni bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun, menurut Ibnu Sina, amat memerlukan permainan. Olahraga dan musik merupakan komponen
terpenting pada tahap ini.Menurut dia, ada beragam jenis olah raga yang
membutuhkan kekuatan fisik, bisa juga ringan, lambat, bisa cepat, memadukan
kekuatan dan kecepatan. Yang penting dari olahraga, katanya, bisa membuat anak
menjadi rileks. Masing-masing jenis olah raga ini mempunyai tempatnya sendiri
dan ada manfaatnya dalam kehidupan anak-anak.
Begitu pula musik. Pada
usia di bawah enam tahun, Ibnu Sina berpendapat, anak penting belajar untuk
merasakan harmoni dan musik yang sumbang, suara tinggi dan rendah, dan
bagaimana semua itu bisa terjadi.
Untuk tahap primer usia
6-14 tahun, menurut Ibnu Sina, sampai pada pelajaran Alquran, belajar membaca dan menulis, mempelajari garis besar
agama, dan belajar beberapa puisi Arab. Tapi, pakar ini juga tidak
mengesampingkan kebutuhan fisik anak untuk bermain dan berolahraga. ''Bila sendi-sendi anak menguat, lidahnya
fasih, dan ia siap untuk instruksi, pendengarannya penuh perhatian, ia
mulai belajar Alquran, dan dipertunjukkan huruf alfabet dan diajarkan garis
besar agama,'' katanya.
Anak
diajarkan untuk membawakan syair dan ayat yang puitis, karena lebih mudah
diingat. Syair-syair itu menjelaskan perilaku baik dan berisi pelajaran,
mencela kemalasan dan kebodohan, mendorong rasa hormat kepada orang tua,
perilaku yang bisa diterima, keramahan terahdap tamu, dan standar moral yang
tinggi. Ini artinya, puisi yang menurut Ibnu Sina
diperkenalkan pada anak-anak usia ini adalah sastra dengan sebuah pesan
pendidikan moral. Sebab, di sanalah, menurut dia, sumber kebahagiaan manusia. Begitu
anak lewat usia 14 tahun, kata Ibnu
Sina, saatnya ia diarahkan untuk
penjurusan pada prospek pekerjaannya di masa mendatang. Pendidikan ini
bersifat terbuka, berlangsung seumur hidup. ''Begitu ia selesai belajar Alquran
dan memahami bahasa, saat itu ia harus melihat pekerjaan yang cocok
untuknya, dan ia harus diarahkan ke jalur ini.'' Saat itu, katanya, saat anak
memilih: apakah ia ingin jalur teoretis atau teknis dan praktis dalam jalan
hidupnya. Jadi ilmuwan atau jadi praktisi.